Saturday, September 5, 2009

Hyundai i10 Electric


Hyundai i10 Electric

Hyundai promises a driving range of around 100 miles or 160 kilometers and a top speed of over 80 mph or 130 km/h for its all-electric mini car.

The i10 Electric accommodates dual recharging cycles: a 220V household current which the company says is slower but potentially beneficial if the recharging is performed during off-peak hours when utility rates are lower plus a 415V industrial-strength current which promises to charge the battery much faster.

Via:Carscoop

Hyundai i10 Electric


Hyundai i10 Electric

Hyundai promises a driving range of around 100 miles or 160 kilometers and a top speed of over 80 mph or 130 km/h for its all-electric mini car.

The i10 Electric accommodates dual recharging cycles: a 220V household current which the company says is slower but potentially beneficial if the recharging is performed during off-peak hours when utility rates are lower plus a 415V industrial-strength current which promises to charge the battery much faster.

Via:Carscoop

Hyundai i10 Electric


Hyundai i10 Electric

Hyundai promises a driving range of around 100 miles or 160 kilometers and a top speed of over 80 mph or 130 km/h for its all-electric mini car.

The i10 Electric accommodates dual recharging cycles: a 220V household current which the company says is slower but potentially beneficial if the recharging is performed during off-peak hours when utility rates are lower plus a 415V industrial-strength current which promises to charge the battery much faster.

Via:Carscoop

Sayang sekali: Bakrie Kubur Ambisi Mobnas "Beta 97 MPV"

Lama sebelum lahirnya mobil nasional baru seperti Gea, Arina, Tawon maupun Komodo, Indonesia sebenarnya sudah memiliki ambisi besar untuk membuat sebuah mobil nasional.

Sebab sudah sejak akhir tahun 1994 Grup Bakrie melalui Bakrie Brothers menggugah sebuah mobil nasional terbaru Indonesia.

Mobil yang dinamakan Beta 97 MPV ini memiliki desain orisinal buatan rumah desain Shado asal Inggris.

Hal itu tentu berbeda dengan kehadiran Timor dan Bimantara yang sebenarnya sebuah bentuk pergantian merek dari Kia maupun Hyundai.

Pada bulan April 1995 disain Beta 97 MPV pun telah selesai dan mulai diperlihatkan ke manajemen Bakrie dan setelah itu, desain tersebut pun langsung dikembangkan hingga prototipe mobil ini selesai di tahun 1997.

Bakrie pun sudah mulai menyiapkan segala aspek pendukung mobil ini mulai dari perakitannya hingga ke persiapan anggaran produksi.

Jadwal peluncuran mobil ini sesungguhnya sudah disiapkan yakni pada bulan Desember 1997.

“Sayang krisis meluluh-lantakkan proyek kebanggaan nasional tersebut,” ujar sumber detikOto di keluarga Bakrie.

Raksasa kapital Indonesia ini pun sudah mengubur calon mobil nasional yang di pertengahan tahun 1990 telah mereka kembangkan yakni Beta 97 MPV.

“Sejak gagal diluncurkan, belum ada lagi pembicaraan di dalam perusahaan,” ungkapnya.

Investor lokal diundang berinvestasi untuk memproduksi mobil Tawon, pengganti bajaj di Jakarta

Investor lokal diundang berinvestasi untuk memproduksi mobil Tawon, pengganti bajaj di Jakarta. Itu bagian dari rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam peremajaan kendaraan roda tiga di Ibu Kota. Pasalnya, rencana peremajaan bajaj terhambat setelah produsen bajaj di India menghentikan produksinya.

"Modelnya kayak gimana, Dishub belum bisa mendeskripsikan, tapi sepertinya sama dengan mobil kancil dan berbahan bakar BBG," ujar Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta Nurmansjah Lubis usai rapat kerja dengan Dinas Perhubungan di Gedung DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Kamis (12/2).

Di Jakarta, baru 500 bajaj yang berhasil diremajakan dan diganti berbahan bakar gas (BBG). Karena, tidak ada produksi lagi, praktis rencana penggantian bajaj itu terhenti. Padahal, sekitar 5.000 pengemudi lain telah membayarkan uang muka peremajaan bajaj. Tetapi, Pemprov DKI, seperti diungkap pihak Dishub, uang para pengemudi bajaj itu akan dikembalikan.

Sebanyak 14.000 pengemudi bajaj lainnya juga terimbas penghentian produksi tersebut karena masih mengemudikan bajaj lama. Soalnya, Pemprov DKI berniat mengganti bajaj dengan kendaraan berbahan gas. Dishub berencana meluncurkan armada transportasi baru pengganti bajaj yang akan diberi nama tawon.

Namun armada baru yang serupa dengan bajaj itu, kata Nurmansjah, sejauh ini baru dalam kajian. Karena itu, Dishub tidak bisa memberikan banyak keterangan kepada anggota Dewan. "Modelnya kayak gimana, Dishub belum bisa mendeskripsikan tapi sepertinya sama dengan mobil kancil dan berbahan bakar BBG."

Untuk memproduksi mobil Tawon tersebut, Nurmansjah menyebut Pemprov DKI mengundang produsen lokal untuk berinvestasi. Yang jelas, untuk realisasi 2009, Dishub pesimistis karena masih harus melakukan kajian lebih lanjut.

Variasi Baru Mobil Tawon

Tawon sekarang muncul dengan variasi mobil pick-up. Silahkan lihat di sini

KAROSERI MAGEDA

Mageda adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan konstruksi dan rumah – rumah kendaraan, baik itu roda 4 ataupun lebih.

Mobil niaga pun ternyata tidak luput dari perhatian anak-anak SMK

Mobil niaga pun ternyata tidak luput dari perhatian anak-anak SMK Negeri 10 Malang. Mereka merakit mobil pick up yang diberi nama Zhangaro

Mobil Indonesia Rogoh Kocek US$ 10 Juta Rakit Bus

Gabungan beberapa karoseri nasional mengembangkan perakitan sasis bus buatan dalam negeri yang diberi nama Mobindo (Mobil Indonesia).

Rencananya Mobindo mulai diproduksi pada bulan Oktober 2009 dengan investasi awal hingga US$ 10 juta.

Direktur Utama PT Mekar Armada Jaya (New Armada) David Herman Jaya mengatakan Mobindo dikembangkan oleh 5 pemegang saham utama antara lain Adi Putro, Armada Jaya, Dongpung, Honda dan Askarindo.

"Produksi awal kami akan produksi 500-1000 unit sasis bus per tahun," katanya saat ditemui di gedung Departemen Perindustrian, Kamis malam (13/8/2009).

Kendaraan Serba Bisa dengan Harga Terjangkau

Sejumlah pengajar dan mahasiswa jurusan teknik mesin Universitas Pasundan Bandung sedang getol merampungkan proyek mobil karya anak bangsa teranyarnya, Wahana Kreasi Bangsa atau yang lebih dikenal dengan Wakaba.

Tidak seperti banyak desainer kendaraan lain yang lebih mengarah ke desain futuristik. Tim desain Wakaba yang turut disokong oleh Smart Otomotif Jabar, Ristek, Indact Jabar dan Departemen Perindustrian ini malah memilih membuat kendaraan yang bisa mengakomodir kebutuhan transportasi untuk masyarakat pedalaman.

"Banyak kita lihat, petani-petani di pedesaan mengangkut hasil taninya dengan sepeda motor hingga overload muatan. Tentu ini membahayakan si petani, selain itu kendaraan juga umurnya akan cepat berkurang," tutur Staff Design Centre Fakultas Teknik Unpas Budiana kepada detikOto ketika ditemui di laboratorium Design Centre FT. Unpas Jalan Setiabudi beberapa waktu lalu.

Timor-2: Mini-MPV Timor Made in Indonesia

Ternyata Timor telah memproduksi mobil mini MPV yang dinamakan Timor-2. Mungkinkah ini bakal dikembangkan kembali??

Menurut sebuah forum:

itu adalah proyek mini-MPV Timor..
klo ga salah namanya Timor-2

itu dibuat sama kakak om Tinton Soeparto, gw lupa nama beliau
desain dan mesin murni hasil rancangan orang Indonesia
tapi pake fasilitas rumah desain Zagato, Italia

dulu waktu Timor belum bermasalah
Prototype MPV ini sudah selesai dibuat dan udah jadi mobilnya
bukan cuma desain, mesin klo ga salah 1500 cc dan dashboard model center-facia
mirip sama yang dipake Vios dan Yaris sekarang..

oya, desain juga mirip Livina XR sama Honda Jazz lama
padahal mobil ini udah jadi sebelum Livina ama Jazz keluar..

jadi, kita sebenernya bisa kan buat mobil yang lebih baik?

sekarang mobil ini ada dimana, kurang jelas beritanya..
beritanya ilang gitu aja..


Lihat di sini

Inobus Teknologi Bus Gandeng Karya Bangsa Indonesia

Mungkin nama Inobus kalah populer dengan Komodo bus gandeng yang diluncurkan oleh PT Asian Auto International (AAI). Inobus merupakan bus gandeng buatan PT INKA Madiun Jawa Timur yang dikenal sebagai industri kereta api. Suatu terobosan yang perlu didukung oleh semua pihak dimana PT INKA yang notabene dikenal sebagai industri pembuat kereta api melakukan diversifikasi usaha dengan membuat bus dengan kandungan lokal.

Menurut rencana Inobus akan menjadi moda transportasi di jalur busway Jakarta, namun berbeda dengan Komodo yang saat ini sudah digunakan oleh Lorena untuk melayani busway koridor V dan VII, Inobus belum diketahui akan digunakan di koridor mana saja dan siapa operatornya. Inobus1

Spesifikasi teknis Inobus tersebut bermesin khusus CNG 320 HP serta Automatic Transmission-retarder integrated dari Cummins Inggris, berbahan bakar gas dengan dimensi 18m x 2,5m x 3,5 meter, suspensi udara, rem cakram ABS dan dengan tempat duduk 20x2 buah serta mampu dimuati hingga 120 penumpang. Harga yang ditawarkanpun lebih kompetitif dibandingkan kompetitornya yaitu Rp 3 Miliar per unit.

Satu lagi karya anak bangsa yang perlu didukung untuk kemajuan bangsa dan negara yang tercinta. Semoga Inobus dapat segera beroperasi dan dinikmati oleh anak-anak bangsa.

'Made in Indonesia' Komodo buses to hit the street

Malaysian-controlled automaker PT Asian Auto International (AAI) launched its locally manufactured "Komodo" buses Tuesday, named after the remote island in East Nusa Tenggara and its reptile inhabitants.

Industry Minister Fahmi Idris said the bus was expected to pioneer the nation's automotive industry utilizing local experts and supporting products to create a multiplier effect.

Fahmi, of the Golkar Party, was optimistic the country could become a full manufacturing base with designs and engineering to match those of the global automotive market.

"The amount and proportion of locally made vehicle components have continuously increased over the past few years," he said.

Local components used in Komodo buses now account for 50 percent of the total, Fahmi said.

"I hope the AAI will increase the proportion of local components from 50 to 85 percent in the near future," he added.

According to the Transportation Ministry, an estimated 3.4 million buses took to the road in 2006, with a yearly growth rate of 44.4 percent.

AAI marketing director Ruddy Soesilo said his company would produce 13 articulated buses fueled by compressed natural gas (CNG) for PT Eka Sari Lorena.

Lorena won the Jakarta administration public bidding to procure the buses for the Jakarta Bus Rapid Transit System, known locally as the Busway.

The Komodo buses will serve the system's Corridor 5, linking Kampung Melayu in East Jakarta with Ancol in North Jakarta.

At 110 centimeters high and 18 meters long, the bus can carry 155 passengers, seating 41 of them, and comes with a 1,100-cc engine, Ruddy said.

Given its lower cost, the bus is expected to outpace its competitors on the market.

"European-made buses with 1,100-cc engines are sold for Rp 7 billion (US$744,680) each. But the Komodo only costs Rp 4 billion," he added.

Besides producing Komodo for Lorena, AAI is also eyeing the ASEAN market, Ruddy said.

"We are now producing three to four buses a month. We plan to increase our output to 100 buses a year, or eight buses per month, with additional investments amounting to $150 million," he added.

"We plan to sell 50 CNG-fueled articulated buses on the ASEAN market, starting with Malaysia, by 2009," he said, adding the company could supply 198 buses once the Busway's Corridors 8, 9 and 10 commence operations.

According to the Malaysian stock exchange, AAI is 51-percent owned by Malaysia's Delloyd Corporation Sdn Bhd, a subsidiary of publicly listed Delloyd Ventures Berhard. The remaining 49 percent is shared by Malaysian-based Go Gas Engineering Sdn Bhd and local businessmen Dalani Imelda, Dian Permata, Haris Mulyadi and Subakti Budiman.

AAI was established in May 2007 to manufacture and assemble buses.

In December of the same year, the company was awarded an order from the Jakarta administration for its Rp 40.5 million supply of Komodos.

Of the estimated 1.4 million new buses to hit Indonesia's roads, AAI stands to capture at least 1 percent of the market share over the next 5 to 10 years, Delloyd said in its report to the exchange.

AAI's 12-meter and 9-meter bus chassis are still in development. By 2009, additional revenue is expected to be earned from the sale of the buses, according to Delloyd.

PT Asian Auto International: Produsen Truk Gandeng Indonesi bertenaga CNG

Bus gandeng berbahan bakar Gas Alam Terkompresi (Compressed Natural Gas/CNG) buatan Indonesia yang dikenal dengan sebutan "Komodo" siap diekspor ke Malaysia mulai tahun 2009, demikian manajemen PT Asian Auto International (AAI) di Jakarta, Selasa.

"Mudah-mudahan kita bisa mulai mengekspor Komodo pada 2009 nanti, atau paling lambat 2010. Rencananya memang bus ini kita pasarkan di kawasan Asia," kata Direktur Marketing PT AAI Ruddy Soesilo.

Sejauh ini ada dua negara yang berminat membeli Komodo yang memiliki panjang 18 meter tersebut dan semuanya dalam bentuk "Completely Build Up" (CBU).
"Sekarang ini memang masih dalam tahap penjajakan. Potensi terbesar ya Malaysia karena mereka telah memiliki jaringan SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas) yang menyebar," terang Ruddy.
Karena investasi untuk membuat jaringan transportasi "Mass Rapid Transit" (MRT) atau monorel sangat besar, maka pilihan kemungkinan jatuh pada sistem "Bus Rapid Transit" (BRT) seperti busway.

Menurut Ruddy, investasi yang dibenamkan pada sistem BRT tidak terlalu besar, hanya seperdelapan belas dari sistem MRT maupun monorel, sehingga sistem BRT lebih mungkin diterapkan di Malaysia.

"Di Malaysia BRT belum ada dan penduduknya tidak terlalu banyak hanya sekitar 25 juta jiwa. Jadi kebutuhan bus gandengnya juga tidak terlalu besar, paling 20 unit per bulan," kata Ruddy.

PT AAI menyebut bus gandeng CNG dari Eropa dan Cina sebagai pesaing mereka, tetapi pengembangan chassis bus gandeng di Cina bukan yang "high floor" seperti pada busway di Indonesia setinggi 110 sentimeter dari permukaan jalan.

"Kita harap bisa mengekspor 50 unit per tahun. Singapura juga sangat mungkin menjadi pasar ekspor bus gandeng kita, tetapi memang negara tersebut juga menggunakan bus gandeng `low floor`," ujar dia.

Menurut Ruddy, perusahaannya juga mampu mengembangkan bus gandeng dengan chassis "low floor" seperti digunakan Singapura saat ini. Harga produk Indonesia sendiri hanya Rp4 miliar per unit atau hampir setengah dari hari produk Eropa yang mencapai Rp7 miliar per unit.

Truk Perkasa: Truk Pertama Asli Buatan Indonesia

Truk Perkasa sesuai namannya memang perkasa. Sayangnya karena tersandung persoalan, pabrik itu tak bisa memaksimalkan produksinya. Pabrik truk yang sebetulnya bukan melulu membuat truk itu merupakan industri hulu hingga hilir yang mampu membuat segala perkakas hingga mesin perang jika dikehendaki. Tapi ketika “dikandangkan” oleh BPPN, pabrik itu seperti mati enggan, hidup tak mau.

Ketika SH berkunjung ke lokasi pabrik di Desa Karang Mukti, Subang, Jawa Barat belum lama ini suasana layaknya sebuah industri tak terlihat. Tapi bukan berarti industri tersebut mati total. “Kami masih membuat truk dan bus berdasarkan pesanan. Dan itu semua permintaan dari negera-negara tetangga,” ujar Ben Sinivasan, Direktur Utama PT Wahana Perkasa Autojaya, anak perusahaan Group Texmaco.

Ditambahkan Ben, walau tidak banyak unit yang diekpor ke negara pemesan, namun prospeknya bagus. Sejak diluncurkan pertengahan tahun 1998, Perkasa belum banyak tampak di jalanan. Barulah TNI, Polri, serta sejumlah kecil perusahaan jasa transportasi yang sudah menggunakan. Apakah karena mutu truk tersebut diragukan sehingga populasinya kalah banyak dengan merek Jepang atau Eropa?

Menanggapi hal ini Ben tampak bersemangat bahwa Perkasa boleh diadu kualitasnya dan tak kalah dengan merek lain. Truk dengan kandungan lokal lebih dari 90 persen, menurut Ben, memiliki performa terbaik. Soalnya teknologi yang dipakai memakai lisensi dari pabrik pembuat truk ternama di dunia.Untuk mesin diesel, persneling, axle, Texmaco memperoleh lisensi dari Styer, Austria. Masih berkaitan dengan mesin, teknologi Cummings, Amerika Serikat (AS) juga diadopsi.

Selain itu, teknologi persneling Perkasa mengadopsi teknologi ZF dari Jerman di mana truk MAN sendiri telah menggunakannya. MAN adalah merek truk Eropa yang terkenal kehandalannya. Begitu juga dengan axle juga menggunakan teknologi Eston, AS. Sedangkan untuk bodi dan sasis, dipakai teknologi Leyland, Inggris. “Pendek kata, apa yang terbaik di dunia, ada pada Perkasa,” ujar Rippon Ruwi, General Manager PT Wahana Perkasa Autojaya.

Lagi-lagi pertanyaan yang muncul mengapa truk Perkasa belum juga menjadi tuan rumah di negeri sendiri yang punya pasar truk sekitar 10.000 unit/tahun ini? Mungkin karena kurang promosi, atau tak punya modal kerja lagi untuk menerobos pasar. Bisa juga karena pemerintah kurang menghargai produksi negeri sendiri. Dugaan yang mendekati kebenaran adalah karena perusahaan tersebut kini di-BPPN-kan, sehingga tak berkutik untuk unjuk gigi.

Padahal kemampuan yang dimiliki, menurut banyak pengamat, sungguh luar biasa. Pabrik tersebut mampu membuat alat pertanian, mobil murah, bahkan kendaraan militer (ranmil), kendaraan taktis (rantis), bahkan panser sekalipun.

“Membuat truk adalah keahlian kami,” tambah Rippon. Buktinya kemampuan dalam membuat mesin tekstil yang sangat mengutamakan tingkat presisi, menjadikan Grup Texmaco semakin lebih ringan dalam membuat mesin mobil. Pabrik yang dimiliki di Subang dan Kaliwungu, Jawa Tengah, memungkinkan untuk membuat berbagai pelat atau batangan logam dengan berbagai tingkat kekuatan dan bentuk.

Seruan agar mencintai produk atau produksi dalam negeri, tampaknya masih sebatas slogan. Hal ini bukan saja berkaitan dengan truk Perkasa keluaran Texmaco, tetapi juga di industri lain. Rippon sempat kesal dengan tim audit dari BBPT yang datang ke lokasi pabrik di Subang. Mereka bertanya sebelum melihat dan berkelililing pabrik sehingga pertanyaannya “aneh-aneh.” Melihat proses produksi Perkasa di Kaliwungu, Karawang, atau Subang, merupakan cara terbaik untuk bisa meyakini dan menaruh penghargaan lebih pada truk yang punya kandungan lokal tinggi ini.

SH sempat menjajal truk Perkasa di lokasi pabrik. Rasanya tak ada yang salah dalam truk ini tapi mengapa terpinggirkan di negeri sendiri?

Car Made In Indonesia Is Arriving

Several local firms will conduct tests on Indonesian-brand vehicles before launching the models to tap the country’s car market, which is dominated by Japanese firms.

State-owned train manufacturer PT Industri Kereta Api (Inka) will produce a car under brand name Gea (a girl’s name in Indonesia), while Semarang State University (Unnes) is teaming up with local administrations to manufacture a car model named Arina.

An unnamed Serang-based company will also join in the race by producing a car called Tawon, which means “bee” in local dialect.

The Industry Ministry’s director general for transportation, telecommunications and informatics industries Budi Darmadi told The Jakarta Post recently that PT Inka was currently conducting tests on the car.

The directorate’s transportation industry director Syarif Hidayat said Inka had begun testing a 500 cubic centimeters capacity engine developed by the Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT) after originally planning to incorporate a Chinese-made engine into the car.

“Inka, which already has a prototype, is now testing out the four-wheel Gea,” he said, adding that the company had yet to decide when it would start producing the four-seater car, which would be gasoline-powered.

Inka is ahead of its national rivals, including the team consisting of engineers from Unnes and local administrations, whose product is still in the design phase.

The Semarang-based team has produced five designs for a three-wheel vehicle that resembles a bajaj (motorized paddy cab), according to Hidayat.

“Arina, which has a capacity of three passengers, may be more suitable for carrying goods, although it can also accommodate passengers,” he said.

The Arina will be powered by a 500 cc gasoline engine.

“Although the car is scheduled to be produced next year, the team has yet to build a manufacturing plant,” Hidayat said.

This is in contrast to the team behind the Tawon, which has built a production facility in Serang, Banten, using capital supplied by a businessman from Surabaya who previously ran a wood businesses.

“The company has built a four-seater Tawon prototype and is conducting a series of tests, including an endurance test and a road-worthiness test,” Hidayat said.

The Tawon, which is powered by a 500cc engine that can run on compressed natural gas or liquefied petroleum gas, was designed with a more environment friendly energy in mind.

The company has not announced a launch date for the car.

For decades, Indonesia’s automotive industry has been dominated by Japanese producers, which account for 87 percent of market share, selling 308,388 units between January and July this year.

Since the 1970s, the Indonesian government has encouraged local manufacturers to produce vehicles, including by providing various incentives to PT Astra International to partner with Japanese giant Toyota to launch its own brand.

However, Astra has never moved to expand beyond its role as assembler and distributor of Japanese-brand cars, and in particular Toyotas.

During the administration of late former President Soeharto, the government launched a national car program under which Soeharto’s son, Hutomo “Tommy” Mandala Putra, was granted tax breaks to produce vehicles.

The company, in partnership with South Korean company KIA Motor, produced the Timor brand, which was 60-percent comprised of local parts.

Despite producing thousands of the vehicles, the project was shelved following the fall of Soeharto in 1998.

National car makers may need only $100m

Manufacturers of three new national car prototypes might need a combined investment of US$100 million to launch assembly plants to mass produce three future brands — namely the Tawon, Gea and Arina, the Industry Ministry has forecast.

Panggah Susanto, the Industry Ministry director for land and military transportation, said Tuesday that each of the three national car brand owners would require more than $30 million to build an assembly plant, with a production capacity of 5,000 to 10,000 units per annum.

“But the investment required will depend on the factory production scale each producer wants,” he said.

He said Gea, Arina and Tawon, (the latter means “bee” in local dialect) were still at the prototype stage and were yet to announce their launch schedules.

“The process [for national cars] to get into consumers’ hands will take a while. Producers, of course, are considering whether their cars will be sold out or not.”

The three cars are expected to be priced at around Rp 50 million ($5,000) each.

The four-wheel Gea has been developed and tested by the producer, state-owned train manufacturer PT Industri Kereta Api (Inka), since last year.

Meanwhile, Arina and Tawon are being developed by Semarang State University (Unnes), which is teaming up with local administrations, while an unnamed Serang-based company is making the Tawon.

Inka uses a 500 cubic centimeters (cc) capacity engine developed by the Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT) after initially planning to incorporate a Chinese-made engine.
Inka plans to run the four-seater car on gasoline.

Meanwhile, the Semarang-based team has produced five designs for the three-wheel Arina, resembling a bajaj — a motorized pedicab.

With a capacity of three passengers, Arina, powered by a 500 cc gasoline engine, may be suitable for both carrying goods and accommodating passengers.

For the four-seater Tawon, its producer has built a production facility in Serang, Banten, using capital supplied by a businessman from Surabaya who previously ran a wood business.

Powered by a 500 cc engine, the Tawon is designed with a more environment friendly energy in mind, running on compressed natural gas or liquefied petroleum gas.

The country’s conventional automotive market has been dominated by Japanese producers, dominating close to 90 percent of the country’s vehicle market, so maybe a small new low-cost national car might fly.

Mobil Esemka dari Bengkel Sekolahan

Lelehan keringat sudah sampai di dagu Burhanuddin. Namun siswa kelas XI Jurusan Otomotif, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Cibinong, Jawa Barat, itu seolah tak menghiraukan.

Bersama rekan-rekannya, ia tampak asyik mengutak-atik mesin mobil di bengkel kerja milik sekolahnya, Jumat pekan lalu. Hari itu, Burhanuddin sedang mengikuti pembelajaran yang disebut teaching factory. "Saya senang mengikuti teaching factory. Lebih banyak praktek," ujar Buhanuddin kepada Jefira Valianti dari Gatra.

Phillpines Utility Vehicle

Asli buatan Filipina

Kepolisian RI Beli 1.191 Mobil Ford

[Sayang.. sekali Pak polisi ini tak sedikitpun tertarik memesan Mobnas]]

Bulan Ramadhan menjadi bulan berkah bagi Ford Motor Indonesia (FMI). Pemegang merek Ford di Indonesia itu menandatangani perjanjian penjualan fleet untuk pihak kepolisian Jakarta sebanyak 1.191 unit di awal Agustus 2009 lalu. Transaksi ini merupakan penjualan fleet terbesar yang pernah dilakukan sejak berdirinya FMI.

Bulan Ramadhan menjadi bulan berkah bagi Ford Motor Indonesia (FMI). Pemegang merek Ford di Indonesia itu menandatangani perjanjian penjualan fleet untuk pihak kepolisian Jakarta sebanyak 1.191 unit di awal Agustus 2009 lalu. Transaksi ini merupakan penjualan fleet terbesar yang pernah dilakukan sejak berdirinya FMI.

"Kami sangat gembira dengan pencapaian ini. Penjualan fleet ini merupakan sebuah rekor penjualan terbesar bagi Ford Motor Indonesia," kata Presiden Direktur Ford Motor Indonesia Will Angove dalam acara buka puasa bersama Jumat (4/9).

Pembelian 1.191 mobil Ford oleh kepolisian di Jakarta meliputi 600 unit Ford Focus dan 591 unit Ford Ranger yang akan digunakan di tahun 2009. Unit-unit ini rencananya akan digunakan di kawasan Jawa Barat, Banten, dan Jakarta.

Dengan penjualan luar biasa ini, total sepanjang bulan Agustus lalu, Ford mencatat penjualan sebanyak 1.691 unit atau 300% dari rata-rata penjualan bulanan FMI selama ini. Angka ini juga menjadi angka penjualan terbesar bagi Ford di negara-negara kawasan ASEAN.

"Penjualan fleet kepada pihak kepolisian ini merupakan langkah besar untuk mempromosikan kualitas kendaraan Ford serta layanan terbaik yang kami tawarkan," bungah Davy Jeffry Tuilan, Marketing Director PT Ford Indonesia.